Meskipun tidak semua kemajuan teknologi berdampak buruk akan tetapi diakui atau tidak kemajuan teknologi telah membawa perubahan yang cukup besar bahkan mampu menyeret manusia kedalam suasana yang membingungkan. Dunia Teknologi informasi dan komunikasi, melaju dengan kencangnya bahkan tidak sedikit orang yang harus terluka dibuatnya. Anak-anak makin berani melawan untuk menuntut sesuatu kepada orang tua, meski mereka sebenarnya tahu bahwa orang tuanya tidak akan mampu.
Gaya hidup anak-anak telah berubah seperti orang bule. Mereka meniru gaya acak-acakan kaum punk, isapan daun ganjanya kaum rasta. Bahkan kehidupan free sexs seakan-akan menjadi sesuatu yang lumrah dan bukanlah hal yang tabu lagi, merka tidak berpikir Free Sexs jelas-jelas melanggar norma agama dan norma susila. Benar-benara telah mencapai batas yang memperihatinkan. Kalau sudah seperti ini kita para guru harus menengok kedalam. Suadah benarkah pendidikan yang kita berikan kepada anak-anak. Jangan-jangan kita baru sebatas pengajar yang hanya melakukan transfer ilmu bukan sebagai pendidik yang memiliki tugas mulia yaitu selain transfer ilmu guru jugas memiliki fungsi pencerah bagi anak-anak.
Tidak hanya anak-anak saja yang telah menjadi korban, bahkan masyarakat luas pun telah berhasil dibuatnya carut marut. Tatanan kehidupan yang selama ini telah menjadi ciri khas masyarakat indonesia juga ikut-ikutan mulai menguap dari jiwa dan semangat orang-orang. Para kaum hawa sekarang lebih betah untuk menungui sebuah kotak berbentuk kubus yang dapat bersuara dan menampilakn gambar bergerak bernama televisi. Mereka dengan setianya menunggui berjam-jam didepan televisi bukan lantaran takut dicuri orang akan tetapi takut akan ketinggalan informasi artis dan selebritis, infotainment, sinetron, reality show dan sebagainya.
Kebiasaan berdiam diri di depan televisi telah mengikis kebiasaan-kebiasaan dengan nilai sosial tinggi seperti silaturahmi, anjang sana ketempat kerabat dan seabgainya. Dia merasa berat seandainya tertinggal cerita dan kabar selebritis dari pada kabar berita kesehatan dari tetangga kita. Seakan-akan mereka telah terpaku dan memadat menjadi solid menyatu padu dengan temapt duduk kesayangan depan televisinya. akhirnya, pudarlah budaya bertandang dan anjangsana kerumah tetangga. Parahnya lagi tidak sedikit para ibu rela menyerahkan buah hatinya untuk digendong si bibi, sementara dirinya asyik memandangi kotak tak bergerak itu. Gotong royong juga mulai dilupakan para kaum Adam. Gotong royong digantikan dengan sistem kontrak meskipun hanya sekedar membersihkan selokan dipinggir jalan depan rumah.
Gaya hidup anak-anak telah berubah seperti orang bule. Mereka meniru gaya acak-acakan kaum punk, isapan daun ganjanya kaum rasta. Bahkan kehidupan free sexs seakan-akan menjadi sesuatu yang lumrah dan bukanlah hal yang tabu lagi, merka tidak berpikir Free Sexs jelas-jelas melanggar norma agama dan norma susila. Benar-benara telah mencapai batas yang memperihatinkan. Kalau sudah seperti ini kita para guru harus menengok kedalam. Suadah benarkah pendidikan yang kita berikan kepada anak-anak. Jangan-jangan kita baru sebatas pengajar yang hanya melakukan transfer ilmu bukan sebagai pendidik yang memiliki tugas mulia yaitu selain transfer ilmu guru jugas memiliki fungsi pencerah bagi anak-anak.
Tidak hanya anak-anak saja yang telah menjadi korban, bahkan masyarakat luas pun telah berhasil dibuatnya carut marut. Tatanan kehidupan yang selama ini telah menjadi ciri khas masyarakat indonesia juga ikut-ikutan mulai menguap dari jiwa dan semangat orang-orang. Para kaum hawa sekarang lebih betah untuk menungui sebuah kotak berbentuk kubus yang dapat bersuara dan menampilakn gambar bergerak bernama televisi. Mereka dengan setianya menunggui berjam-jam didepan televisi bukan lantaran takut dicuri orang akan tetapi takut akan ketinggalan informasi artis dan selebritis, infotainment, sinetron, reality show dan sebagainya.
Kebiasaan berdiam diri di depan televisi telah mengikis kebiasaan-kebiasaan dengan nilai sosial tinggi seperti silaturahmi, anjang sana ketempat kerabat dan seabgainya. Dia merasa berat seandainya tertinggal cerita dan kabar selebritis dari pada kabar berita kesehatan dari tetangga kita. Seakan-akan mereka telah terpaku dan memadat menjadi solid menyatu padu dengan temapt duduk kesayangan depan televisinya. akhirnya, pudarlah budaya bertandang dan anjangsana kerumah tetangga. Parahnya lagi tidak sedikit para ibu rela menyerahkan buah hatinya untuk digendong si bibi, sementara dirinya asyik memandangi kotak tak bergerak itu. Gotong royong juga mulai dilupakan para kaum Adam. Gotong royong digantikan dengan sistem kontrak meskipun hanya sekedar membersihkan selokan dipinggir jalan depan rumah.
Upsss.... jadi teringat salah satu iklan televisi produk mie instan. Khusnudlon saja!... Saya yakin iklan televisi tersebut membawa misi mulia bahwa sudah saatnya masing-masing individu untuk berlaku jujur tidak seperti para pembesar pemiliki perut buncit yang saling serang, balas dan tuduh serta berebut benar. Itulah gambaran sebenarnya yang sedang terjadi di negeri yang sedang terserang penyakit akut bernama berebut benar, dan telah terjadi komplikasi penyakit antara lain korupsi, pemutar balikan fakta bahkan sampi terjadi mafia-mafian sehingga rakyat dibuat bingung olehnya. Mereka dengan mudahnya berdalih dan bahkan tidak sedikit yang kemudian beralih profesi menjadi atlit lari. Waduh kok jadi ngelantur kemana-mana sih. Maaf yah..... habis geram juga melihat keadaan seperti ini, beda sama kasusnya si joko yang terpaksa berurusan dengan pihak berwajib ketika iya terbukti mencuri ayam demi menyambung hidup keluarganya. Sekali lagi maaf
Kembali ke iklan saja, seperti yang sudah saya sampaikan diatas bahwa mie instan tersebut membawa misi mulia yaitu KEJUJURAN, akan tetapi mereka melupakan satu hal bahwa televisi merupakan media pembelajaran yang paling sakti terlebih bagi anak kecil dan bagi orang-orang yang kebetulan memiliki sifat buruk. Banyak pelaku kejahatan melakukan tindakan kejahatannya hanya dengan terinspirasi media televisi. Seperti mutilasi dan sebagainya. Kesalahan apa yang telah mereka perbuat???. Kesalahan itu adalah perbuatan atau tindakan pemaksaan dengan kekerasan berupa pencekikan leher. Apakah memeang harus seperti itu???. Sebenarnya ada tidak sih lembaga sensor khusus tayangan iklan? Kalau belum ada mungki sudah saatnya lembaga sensor untuk iklan diadakan karena sudah terlalu banyak iklan yang tidak bermutu (maaf nih bagi para pengusaha iklan, jangan marah ya soalnya kebiasaan orang indonesia untuk menutupi kesalahannya dan tidak mau mengakui kesalahannya dilakukan dengan cara marah)